Senin, Februari 01, 2016

Unsur dasar dalam Seni Teater

Unsur-unsur dasar yang terdapat dalam seni teater terdiri dari:

1.    Tema

Tema adalah pikiran pokok yang mendasari suatu cerita dalam teater. Tema dapat diambii dari berbagai sumber mulai dari masalah percintaan, keluarga, lingkungan alam, penyimpangan sosial dan budaya, sejarah, sampai pada politik dan pemerintahan. Tema dispesifikasikan menjadi sebuah topik dan kemudian topik dikembangkan menjadi sebuah cerita dengan dialog-dialognya. Pada dasarnya nilai-nilai tema ini dapat diambii untuk kehidupan kita sehari-hari. Berikut ini contoh tema, topik, dan judul: Tema : Kehidupan Topik : Penindasan yang keji Judul : Kejamnya hidup


2.    Plot

Plot adalah rangkaian peristiwa atau jalannya cerita. Plot terdiri dari konflik yang berkembang secara bertahap. Tahapan perkembangan plot adalah sebagai berikut:
a.    Eksposisi, yang mengantarkan penonton untuk mengenal tokoh, karakter dan materi kisah.
Eksposisi/introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog pelaku.
b.    Konflik, adanya masalah yang melibatkan tokoh- tokoh dalam cerita.
c.    Komplikasi/intrik, adanya pengembangan masalah yang menyebabkan konflik semakin ruwet dan tegang. Namun belum tercapai jalan pemecahannya.
d.    Klimaks, merupakan puncak berbagai perkumpulan konflik sehingga menimbulkan ketegangan bagi penonton yang telah mencapai puncaknya dalam cerita.
e.    Resolusi/konklusi, terjadi penyelesaian konflik, di mana kisah dapat berakhir menyenangkan atau
berakhir tragis.

3.    Latar Cerita

Latar memengaruhi jalannya cerita, bahkan watak tokoh. Pelatar inilah yang membuat sebuah drama mempunyai karakteristik sendiri. Latar berguna untuk mewujudkan penggambaran yang mencerminkan tempatterjadinya cerita yang sedang dipentaskan.

4.    Penokohan/Perwatakan

Penokohan/karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan sifat pelaku. Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu:
a.    Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita. Tokoh
protagonis adalah tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah, memiliki sifat
yang baik sehingga penonton biasanya berempati.
b.    Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh yang menentang
cerita. Tokoh antagonis biasanya memiliki sifat jahat.
c.    Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokoh
antagonis) dan penyelesaian ketegangan.

B. Jenis-jenis Teater


Menurut karakteristiknya, jenis-jenis teater yang terdapatdi Nusantara sebagai berikut:

1.    Teater Tradisional

Teater tradisional bersifat sederhana dan sangat kental kesan kedaerahannya. Teater tradisional terbagi menjadi tiga, yaitu:
a.    Teater rakyat, bersifat sederhana, spontan, dan penuh improvisasi. Contoh: ketoprak (Jawa
Tengah), ludruk(JawaTimur), tarling (Jawa Barat), lenong (Betawi), barong (Bali), randai (Sumatra
Barat), dan Iain-Iain.
b.    Teater klasik, bersifat mapan, teratur, jelas ceritanya, pelaku terlatih, dan pada umumnya
diselenggarakan di gedung. Contoh: wayang orang, wayang kulit, dan wayang golek.
c.    Teater transisi, sifat dan gunanyasudahdipengaruhi oleh teater Barat. Contoh: komedi stambul,
sandiwara dardanela, dan sandiwara srimulat.
Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh teater tradisional yang terdapatdi daerah.
a.    Makyong (Riau)
Makyong adalah seni teater tradisional tertua dalam kebudayaan Melayu yang memadukan cerita, teori, dan musik. Cerita diambil dari kisah raja-raja dalam hikayat Melayu. Makyong sangat populer di Kepulauan Riau sekitar abad ke-19.
Teater makyong dipengaruhi kebudayaan Hindu-Buddha-Thailand dan Hindu-Jawa. Nama makyong berasal dari Mak Hyang, nama lain dari Dewi Sri atau dewi padi. Sebagai seni pertunjukan yang sangat tua, makyong tumbuh dan berkembang seiring dengan kebudayaan Melayu. Teater makyong biasanya bercerita mengenal perjuangan seorang pangeran muda mencapai cita-cita. Kesukaran, bencana, dan penderitaan yang dialaminya selalu mendapat bantuan dari Tuhan. Inti cerita adalah perjuangan antara kebaikan dan kejahatan yang dimenangkan oleh kebaikan. Teater makyong menggunakan lagu dan tari untuk menyampaikan arti yang khusus.
Sebuah pertunjukan makyong diawali dengan ritual buka panggung panggung atau buka tanah oleh seorang pemain pemimpin. Ritual ini untuk mengendalikan hantu yang mengganggu jalannya pertunjukan. Pertunjukan ini digunakan untuk menyebarkan nilai sosial dan keagamaan serta konsep pemerintahan, tetapi sekarang makyong semata-mata untuk hiburan.
b.    Gambuh (Bali)
Gambuh adalah nama drama tari paling tua di Bali yang menyatukan cerita, tari, dan nyanyi. Menurut naskah kuno Bali, drama tari gambuh lahir pada masa Pemerintahan Udayana sekitarabad ke-10. Kesenian gambuh mendapat dukungan dari para raja dan tetap dipelihara sebagai seni pertunjukan istana. Gambuh biasanya mengambil lakon cerita-cerita panji, yaitu rangkaian hikayat yang mengisahkan kehidupan, perang, dan kisah cinta para raja atau bangsawan dari Kerajaan Jenggala, Kediri, dan Gagelang. Cerita-cerita panji dibawa oleh para bangsawan Hindu Majapahit ke Bali ketika terjadi pengungsian besar-besaran karena serbuan Islam sekitar abad ke-14.
c.    Wayang wong (Jawa Tengah)
Wayang wong merupakan bentuk drama tari dari keraton berdasarkan suatu paduan cerita yang disadur dari wayang dan gerak-gerak tari keraton, seperti serimpi dan bedhaya. Wayang wong telah ada sejak abad ke-12 di Jawa Tengah. Menurut tradisi pencipta wayang wong adalah Hamengku Buwono I (1755-1792) dari Yogyakarta atau Mangkunegara I (1757-1795) dari Surakarta. Wayang wong bukan sekadar bentuk hiburan, melainkan bagian dari upacara kenegaraan, seperti khitanan, perkawinan, dan penyambutan tamu negara.
Gambuh dipertunjukkan terutama untuk mengisi upacara Manca Wali Krama, Ekadasa Rudra, Galungan, dan Kuningan. Selain itu, kesenian gambuh juga dipentaskan di keraton dalam rangka upacara perkawinan dan pelebon yang terangkum dalam upacara Panca Yudha. Gambuh biasanya di pertunjukkan selama sekitar 6 jam, dan diadakan pada siang hari. Namun jika kesenian gambuh dipentaskan pada malam hari hanya sebagai hiburan untuk para wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Pertunjukan wayang wong terbagi menjadi tiga, masing-masing ditegaskan oleh hubungan perlambangan nada gamelan, pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura. Wayang wong berkembang dan dibakukan di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Wayang wong biasanya dipentaskan di atas panggung tinggi lengkap dengan layar dan perlengkapan lain, masih dapatditemukan di kota-kota diPulau Jawa.

2.    Teater Konvensional

Teater konvensional, bersifat sederhana, namun menonjolkan kesan manusiawi dan universal.

3.    Teater Modern

Teater modern, hampir semua unsur dan gayanya dipengaruhi oleh teater Barat, ceritanya tertulis, pengarangnya teratur dan terorganisasi. Teater modern terbagi menjadi dua, yaitu:
a.    Kontemporer, bersifat kekinian lebih mengutamakan kesan dan sensasi daripada kewajaran adegan.
Contoh: monolog, drama absurd, dan drama minikata.
b.    Film, merupakan seni teater yang disajikan dalam bentuk yang lebih kompleks dan sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...