Proses Penciptaan
Plato dan Aristoteles memandang proses penciptaan merupakan proses peniruan terhadap alam. Pendapat dua tokoh ini sangat didasari oleh pengalaman mereka sebagai tokoh naturalisme.
Seni itu merupakan suatu jenis kreasi atau penciptaan dan dengan itu ditekankan segi kebaruan dari seni. Seni itu tidak mengulang alam, karena itu Susanne K.Langer menolak teori Aristoteles yang mengatakan bahwa seni merupakan peniruan (mimesis) dari alam. Seni sungguh-sungguh menghasilkan sesuatu yang lain sama sekali dari realitas alamiah. Karya seni meskipun dalam arti tertentu mempunyai kemiripan dengan alam, namun ia sudah tercabut dari kenyataan alamiah. Pada seni terdapat prinsip kelainan dari alam, yang membuat seni itu sungguh-sungguh berdiri sendiri sebagai ciptaan.
Prinsip ketercabutan dari kenyataan alamiah menjadi prinsip penciptaan seni. Karena Langer bertolak dari asumsi bahwa karya seni adalah hasil simbolisasi manusia, maka prinsip penciptaan seni mengambil pola dari prinsip simbolisasi atau pembentukan simbol.
Orang percaya bahwa intuisi atau inspirasi memegang peranan yang penting di dalam aktivitas mencipta. Dari pengalaman estetik, manusia memperoleh kesan dalam kehidupannya. Dan manusia cenderung ingin mengabadikan kesan yang dimilikinya. Kesan-kesan inilah yang kemudian dituangkan dan diabadikan dalam sebuah karya seni.
Ada beberapa unsur yang berperan dalam proses penciptaan seni. Maka dalam usaha memberikan tinjauan atau penilaian terhadap karya seni perlu memperhatikan unsur-unsur tersebut; kedudukan seniman sebagai pencipta (creator), ide dan media yang berpangkal pada seniman dan mencoba menganalisis nilai-nilai teknis dan estetis serta nilai ekspresi.
Pada diri seorang seniman tentu memiliki kemampuan mengolah segala sesuatu yang ada di dalam (internal) maupun di luar dirinya (eksternal) yang disebut gagasan atau ide melalui penghayatan untuk selanjutnya dinyatakan dalam bentuk ekspresi seni.
Untuk penghayatan tersebut dibutuhkan kepekaan rasa (sensitifitas) terhadap unsur-unsur seni dan nilai-nilai estetis serta kepekaan terhadap lingkungan. Pada hal ini kita mengenal yang namanya nilai intrinsik seni, yang dimaksud dengan nilai intrinsik seni adalah nilai-nilai non visual (tak nampak) pada suatu karya seni, yang hanya dapat ditanggapi dengan perasaan, dan turut memberikan rangsangan pada rasa keindahan manusia.
Empati: yaitu rasa merasuk atau masuk, memproyeksikan diri ke dalam suatu karya seni sehingga merasa menjadi satu dengan elemen atau seluruh karya tersebut. Empati berbeda dengan simpati, yaitu hanya turut merasakan sesuatu.
Kenikmatan rasa: kenikmatan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur senirupa seperti garis, warna dan sebagainya termasuk pula prinsip disain.
Imajinasi: yaitu pengembangan angan-angan pengamat, sebagai akibat rangsangan yang diterima dari suatu karya seni.
Ekspresi: yaitu kesan atau pesan yang dipancarkan oleh suatu karya seni sehingga berkesan pada pengamat.
Dari ke empat nilai ini, yang paling penting adalah empati dan ekspresi, mengingat nilai-nilai inilah yang justru paling abstrak dan paling sulit untuk dijabarkan.
Untuk menyatakan apa yang telah dihayati serta gagasan yang ingin disampaikan, seorang seniman harus memiliki kemampuan teknis untuk menangani media yang dipakai.
Seorang seniman dalam proses penciptaan adakalanya memiliki kebebasan di satu pihak dan keterkaitan di lain pihak. (lihat dan bandingkan antara karya-karya seni murni dengan karya-karya disain atau karya-karya kria)
1. Ide dan media Seni
Ide atau gagasan: ide seni adalah segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar diri seniman sebagai bahan pernyataan bentuk seni melalui berbagi media. Ide seni erat hubungannya dengan tujuan dari penciptaan seni, dalam hal ini ide seni dapat bersifat pribadi dan dapat pula mewakili kebutuhan sosial.
Ide seni yang bersifat pribadi adalah ide seni yang bersumber pada pengalaman pribadi seorang seniman sesuai dengan pengaruh lingkungan hidupnya dan lingkungan budaya yang sedang berkembang. Ide pribadi inilah yang dapat menjelaskan sifat khas dari karya pribadinya. Tetapi karena seniman adalah anggota masyarakat, maka ide pribadi disini harus diartikan sebagai kebebasan dalam menentukan bahan untuk diolah sebagai bentuk ekspresi. Karenanya ide seni yang bersifat pribadi tersebut merupakan pencerminan pribadi seniman dalam keterlibatannya dengan kehidupan masyarakat.
Ide seni yang bersifat sosial.
Pada dasarnya karya seni merupakan media komunikasi antara seniman sebagai kreator dengan masyarakat sebagai apresiator. Karya seni bersifat komunikatif karena menjadi bentuk pernyataan yang dibutuhkan oleh hubungan masyarakat dan bangsa. Ide seni bisa bersumber pada kehidupan agama, pada falsafah atau ajaran agama, pada kehidupan ekonomi, pada ilmu pengetahuan dan pada berbagai bentuk kesenian itu sendiri. (antar disiplin seni) Ide seni yang bersumber pada kehidupan agama merupakan ide yang didukung oleh sifat kesucian dari agama (nilai sakral) yang melahirkan berbagai kaidah seni yang konvensional. Ide seni yang bersumber dalam kehidupan di luar keagamaan, merupakan ide yang tidak terikat pada pikiran konvensional dan bertolak dari kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang meliputi setiap zaman.
Media seni mempunyai arti sarana yang menentukan batasan-batasan dari lingkup seni. Media sebagai sarana aktifitas seni dapat menghasilkan karya seni setelah melalui proses mencipta berdasarkan pertimbangan artistik (nilai estetik).
Media dalam kesenian dapat juga diartikan sebagai bahan (materi) yaitu elemen fisik, yang dipergunakan untuk membuat karya tersebut.
2. Nilai Teknis dan Estetik
Setiap gubahan (disain/ komposisi) gerak, rupa dan suara menghasilkan karya seni apabila didukung oleh kemampuan teknis dan estetis dari seniman.
Nilai teknis
Seperti yang telah dibahas di depan, media disamping sebagai sarana juga diartikan sebagai bahan atau alat.
Dalam senirupa bahan atau alat menuntut kepandaian cara atau kemampuan menggunakan yang disebut teknik. Kemampuan teknik dalam berkarya senirupa sudah ada sejak manusia mulai berkarya seni.
Kemampuan teknik yang melahirkan nilai teknis dalam karya seni tidak hanya terbatas dalam menguasaan bahan dan peralatan berkarya, tetapi juga dalam menggarap unsur-unsur seni, seperti garis, bidang, ruang, warna, bentuk dan sebagainya. Sekalipun menggarap unsur-unsur seni tersebut menuntut kepekaan rasa. (ingat proses penciptaan seni)
Nilai estetis
Tuntutan teknik tidak satu-satunya pernyataan dalam berkarya seni. Sering dikatakan bahwa penguasaan teknik atau ketrampilan (skill) adalah tuntutan dasar proses penggarapan ide menjadi karya seni. Ini berarti bahwa dalam menggarap unsur-unsur estetis sebagai langkah lanjut dalam mencipta atau dalam menentukan azas-azas estetik, seniman perlu ditunjang dengan kemampuan teknik atau ketrampilan. Bahkan kemampuan teknik itu sendiri saling berpengaruh dengan azas atau prinsip estetis.
Kemampuan estetis adalah kemampuan mencipta nilai-nilai keindahan untuk karya seni sesuai dengan pengalaman artistik seorang seniman. Mencipta keindahan dalam karya seni didasarkan pada peraturan atau kaidah yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam sejarah kesenian peraturan atau kaidah seni terdapat pada setiap bangsa dan pada tiap kurun waktu atau zaman. Seberapa lama suatu kaidah seni dapat bertahan, tidak dapat ditentukan.
Sumber dari segala peraturan atau kaidah seni itu bermacam-macam, dapat bersumber pada hukum agama atau filsafat hidup, juga dapat bersumber pada segala peraturan atau ketentuan hidup dalam lingkungan atau lapisan masyarakat tertentu. Kaidah seni juga dapat timbul karena perkembangan dari ilmu dan teknologi.
Dalam seni modern, dimana peranan kebebasan berekspresi sangat menonjol, kaidah estetik yang berlaku tidak secara utuh dipakai, bahkan seniman dapat menemukan kaidah-kaidah estetis sesuai dengan pengalaman dan percobaan yang dicapai selama berkarya. Karena pertimbangan yang sangat pribadi itu pula maka kaidah-kaidah estetik baru yang ditemukan bisa bertentangan atau menyimpang dari kaidah estetik lama.
Gejala timbulnya bermacam-macam gaya seni dalam kesenian modern di Eropa sejak abad ke 19 adalah hasil dari penemuan kaidah estetik baru dan akibat ditolaknya kaidah estetik lama. (lihat sejarah kesenian modern)
3. Nilai Ekspresi
Nilai ekspresi pada karya seni adalah nilai yang membedakan antara karya seniman satu dari seniman yang lain.
Apabila dalam nilai estetis dituntut pertimbangan persepsi (penalaran), dalam nilai ekspresi bukan konsep pemikiran yang penting melainkan emosi dan intuisi. Itulah sebabnya mengapa sering terdapat perbedaan antara karya-karya seni sekalipun berdasarkan kaidah estetik yang sama. Ini dikarenakan peranan ekspresi seniman yang berbeda satu sama lainnya. Jadi meskipun terdapat persamaan azas estetik, tidak selamanya akan menghasilkan karya seni yang sama dan serupa.
Kita sering berkata bahwa bentuk ekspresi seni primitif itu sama karena persamaan latar belakang budaya, persamaan fungsi seni dan persamaan tiknik
Sesuai dengan penjelasan di atas, betapa pentingnya arti kepribadian seniman dalam membahas nilai ekspresi dari sebuah karya seni.
Ekspresi dapat kelompok:
Sebagai ekspresi diri seniman, yaitu kemampuan seorang seniman untuk secara hidupa dan konkrit menyatakan dalam media yang dipilihnya dan pengalaman subyektifnya mengenai suatu situasi emosional yang nyata, diingat ataupun dibayangkannya.
Sebagai penyampaian emosi seniman kepada masyarakat: dimana seseorang melalui tanda-tanda luar atau sarana tertentu secara sadar menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dialaminya sendiri dan orang terpengaruh jadinya dan turut mengalaminya. Juga sebagai katarsis; seni mempunyai kemampuan untuk keseimbangan emosi dan sebagai romantika; seni memberikan kemampuan kepada orang lain untuk memperluas dan memperkaya pengalaman emosionalnya melampaui batas-batas pribadi masing-masing.
Sebagai tanda emosi. Seniman memberikan simbol pada suatu karya seni, suatu emosi yang dialaminya sendiri atau dirasakannya dan bagi yang melihat akan menerima dan menikmati emosi ini tanpa harus mengalaminya sendiri,namun demikian dapat dimengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar